Syamsul Arifin Nababan dilahirkan di Sumatra Utara. Dia anak pertama dari tujuh bersaudara. Ayahnya merupakan pimpinan gereja di kampung halamannya. Ibunya adalah ketua kelompok lagu kerohanian di gereja yang sama dengan suaminya.
Sebagai anak pemuka agama, Syamsul diajarkan ajaran agama sesuai keyakinan orangtuanya. Namun, di tengah ketatnya pengawasan orangtua, ia masih diberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan sesuatu. "Keluarga saya sangat demokratis," ujar Syamsul.
Hobinya yang membaca buku, membawa dirinya bergelut pada pembahasan perbandingan agama. Semua buku yang membahas tentang agama habis ia lalap.
Dari semua buku tentang agama, ia menganggap Islam sebagai agama yang berbeda. "Ketentraman batin saya temukan dalam Islam," ungkap Syamsul.
Sebagai anak pemuka agama, Syamsul diajarkan ajaran agama sesuai keyakinan orangtuanya. Namun, di tengah ketatnya pengawasan orangtua, ia masih diberikan kebebasan untuk memilih dan melakukan sesuatu. "Keluarga saya sangat demokratis," ujar Syamsul.
Hobinya yang membaca buku, membawa dirinya bergelut pada pembahasan perbandingan agama. Semua buku yang membahas tentang agama habis ia lalap.
Dari semua buku tentang agama, ia menganggap Islam sebagai agama yang berbeda. "Ketentraman batin saya temukan dalam Islam," ungkap Syamsul.
Setelah hampir tiga tahun mempelajari ilmu perbandingan agama, kemudian pada 1991, ia memutuskan memeluk Islam di sebuah pondok pesantren bernama Raudhatul Ullum di Jember, Jawa Timur. Kyai Khotib Umar pemimpin pondok itulah yang membimbingnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
Dengan sedikit terbata-bata, syhadat ia lafazkan. Saat itu pula ia resmi mengganti nama lahirnya. "Saat kecil, saya bernama Bernard Nababan. Perintah Kyai yang mengislamkan saya, akhirnya saya berganti nama menjadi Syamsul Arifin Nababan," cerita Syamsul, mengenang.
"Ini dimaksudkan agar saya menutup lembaran kisah masa lalu saya. Namun nama Nababan tetap saya pakai karena marga," katanya menambahkan.
Di pesantren itu, kata dia, menjadi tempat pertamanya mempelajari Islam. Mulai dari mengaji hingga pelajaran mengenai tuntunan shalat. "Alhamdulillah dalam satu minggu saya sudah mampu shalat sendiri dan bisa membaca Alquran," tuturnya.
Merasa memiliki bekal agama yang cukup, tiga tahun kemudian ia memutuskan untuk hijrah ke Jakarta dengan maksud mematangkan ilmu Islamnya. Di Jakarta, ia berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan disebuah kampus bahasa di bilangan Jakarta Selatan.
Keberuntunggan tak habis sampai di situ. Pada 1997 ia diundang oleh kerajaan Arab Saudi untuk melakukan ibadah haji. Ketika kembali pulang ke kampung halaman, usai menunaikan rukun islam yang kelima, ia memutuskan untuk menyiarkan agama yang ia yakini kebenarannya itu. "Dua adik saya berhasil saya Islamkan," ungkap Syamsul.
Berbekal ilmu yang ia pelajari, dan pengalaman mengislamkan adiknya, la memutuskan untuk terus melakukan dakwah. "Di Jakarta saya mulai berceramah dari masjid ke masjid hinga kantor ke kantor," tuturnya.
Niat tulus tanpa tendensi, kata dia, maka Allah akan memberikan kemudahan dan jalan pada orang yang melakukannya. "Jika kamu menolong agamamu, maka Allah akan menolong kamu," jelas Syamsul, meminjam sebuah ayat dalam Alquran.
Pada peruntungan lain, ia berkesempatan untuk melakukan syiar tak hanya di bumi pertiwi. Negeri Paman Sam hingga Negeri Kanguru, pernah ia sambangi. Kesempatan ini, kata dia, adalah hasil kesungguh-sungguhan dalam menolong agama. "Seperti janji Allah," kata dia.
Syamsul Arifin Nababan merupakan pendiri Pondok Pesantren Annaba' Center yang terletak di Kawan Binato, Tangerang Selatan. Ponpes tersebut merupakan pondok yang dikhususkan bagi para Mualaf. Ponpes tersebut kini dihuni sekitar 60 mualaf yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
"Ini dimaksudkan agar saya menutup lembaran kisah masa lalu saya. Namun nama Nababan tetap saya pakai karena marga," katanya menambahkan.
Di pesantren itu, kata dia, menjadi tempat pertamanya mempelajari Islam. Mulai dari mengaji hingga pelajaran mengenai tuntunan shalat. "Alhamdulillah dalam satu minggu saya sudah mampu shalat sendiri dan bisa membaca Alquran," tuturnya.
Merasa memiliki bekal agama yang cukup, tiga tahun kemudian ia memutuskan untuk hijrah ke Jakarta dengan maksud mematangkan ilmu Islamnya. Di Jakarta, ia berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan disebuah kampus bahasa di bilangan Jakarta Selatan.
Keberuntunggan tak habis sampai di situ. Pada 1997 ia diundang oleh kerajaan Arab Saudi untuk melakukan ibadah haji. Ketika kembali pulang ke kampung halaman, usai menunaikan rukun islam yang kelima, ia memutuskan untuk menyiarkan agama yang ia yakini kebenarannya itu. "Dua adik saya berhasil saya Islamkan," ungkap Syamsul.
Berbekal ilmu yang ia pelajari, dan pengalaman mengislamkan adiknya, la memutuskan untuk terus melakukan dakwah. "Di Jakarta saya mulai berceramah dari masjid ke masjid hinga kantor ke kantor," tuturnya.
Niat tulus tanpa tendensi, kata dia, maka Allah akan memberikan kemudahan dan jalan pada orang yang melakukannya. "Jika kamu menolong agamamu, maka Allah akan menolong kamu," jelas Syamsul, meminjam sebuah ayat dalam Alquran.
Pada peruntungan lain, ia berkesempatan untuk melakukan syiar tak hanya di bumi pertiwi. Negeri Paman Sam hingga Negeri Kanguru, pernah ia sambangi. Kesempatan ini, kata dia, adalah hasil kesungguh-sungguhan dalam menolong agama. "Seperti janji Allah," kata dia.
Syamsul Arifin Nababan merupakan pendiri Pondok Pesantren Annaba' Center yang terletak di Kawan Binato, Tangerang Selatan. Ponpes tersebut merupakan pondok yang dikhususkan bagi para Mualaf. Ponpes tersebut kini dihuni sekitar 60 mualaf yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Sumber: http://www.republika.co.id/
Posting Komentar